Beranda | Artikel
Anjuran Menjamu Tamu dan Membalas Kebaikan Serta Memimpin Dengan Baik
Kamis, 8 Agustus 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Anjuran Menjamu Tamu dan Membalas Kebaikan Serta Memimpin Dengan Baik merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. dalam pembahasan Kitab Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala (tamannya orang-orang yang berakal dan tamasyanya orang-orang yang mempunyai keutamaan) karya Abu Hatim Muhammad ibnu Hibban al-Busty Rahimahullah. Kajian ini disampaikan pada 29 Syawwal 1440 H / 03 Juli 2019 M.

Download mp3 kajian sebelumnya: Anjuran Untuk Senantiasa Bersifat Dermawan dan Menjauhi Sifat Bakhil

Kajian Tentang Anjuran Menjamu Tamu dan Membalas Kebaikan Serta Memimpin Dengan Baik

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan kehidupan akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan kehidupan akhirat jangan mengganggu tetangganya.”

Kata Ibnu Hibban, bahwa dia sangat suka bagi orang yang berakal untuk terus-menerus memberi makan. Demikian pula terus-menerus menghormati tamu yang datang. Karena memberi makan adalah merupakan kedermawanan yang paling mulia. Dan tentu ini adalah merupakan martabat yang agung bagi orang-orang yang memiliki kemuliaan. Oleh karena itulah orang yang dikenal dia suka memberi makan, dia akan mulia.

Kalau kita perhatikan, di masa jahiliyah pun orang-orang jahiliyah Arab di zaman sebelum Nabi diutus, mereka terkenal sekali suka memuliakan tamu dengan memberi makan, menjamu dan yang lainnya. Hal itu sangat terkenal daripada bangsa Arab. Bagaimana mereka memuliakan para jamaah haji yang datang ke Baitullah. Yaitu dengan cara memberi makan, memberi minum. Maka ini semua menunjukkan bahwa menghormati tamu dengan cara memberi makan mereka merupakan kemuliaan yang ditetapkan oleh Islam juga.

Diantara cara memuliakan tamu adalah dengan ucapan yang baik, wajah yang berseri-seri dan berusaha untuk membantu tamu itu sesuai dengan kemampuan kita. Karena dengan cara itu, si tamu merasa senang dengan khidmat kita kepada dia. Walaupun tentunya semua itu disesuaikan dengan kemampuan. Karena Allah Ta’ala berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّـهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuan.” (QS. Al-Baqarah[2]: 286)

Anjuran membalas perbuatan baik orang lain yang mereka lakukan kepada kita

Artinya kalau ada orang yang melakukan kebaikan kepada kita, kita berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membalasnya. Tentunya sebagai rasa terima kasih kita kepada dia.

Di sini beliau membawakan hadits Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya- Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ

“Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, dia belum berterima kasih kepada Allah.”

Orang yang diberi kebaikan, wajib dia berterima kasih. Dan orang yang memberi kebaikan, jangan mengharapkan terima kasih. Kata beliau bahwa kewajiban orang yang diberikan kebaikan kepadanya adalah untuk berterima kasih kepada orang yang memberinya kebaikan dengan yang lebih baik dari itu atau setidaknya sama. Kalau ternyata tidak bisa memberikan balasan yang sama juga maka setidaknya kita do’akan dia. Sebagai disebutkan dalam hadits:

مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ

“Siapa yang melakukan kebaikan kepada kamu, balaslah dengan yang sama. Jika kamu tidak bisa untuk membalasnya dengan yang sama, do’akan, do’akan dan do’akan sehingga kalian sudah merasa dengan do’a-do’a kamu yang banyak dan sering tersebut telah membalas kebaikan dia.” (HR. Abu Dawud)

Maka Islam menganjurkan orang yang diberikan kebaikan untuk pandai berterima kasih dan bersyukur. Dan menganjurkan orang yang memberikan kebaikan untuk tidak mengharapkan balasan dan tidak pula terima kasih. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّـهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا ﴿٩﴾

Sesungguhnya kami memberi kalian makan karena Allah. Kami tidak mengharapkan sama sekali balasan tidak pula terima kasih.” (QS. Al-Insan[76]: 9)

Tapi orang yang diberikan kebaikan, Islam mewajibkan dia berterima kasih.

Maka kewajiban seseorang adalah mensyukuri nikmat, memuji kebaikan (sesuai dengan kemampuan dia tentunya). Kalau bisa, ia memberikan terima kasih dengan yang lebih. Kalau tidak bisa, yang sama setidaknya. Kalau kita bisa juga, kita berusaha untuk memberikan balasan setidaknya do’a dengan mengatakan jazakallahu khairan. Sebagai disebutkan dalam hadits, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda:

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ : جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا . فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ

“Siapa yang diberikan kebaikan kepadanya lalu ia berkata kepada orang yang memberi kebaikan kepadanya: ‘jazakallahu khoira (semoga Allah memberimu balasan kebaikan)’ kata Rasulullah ‘sungguh ia telah sangat bagus dalam memuji`” (HR. Tirmidzi dishahihkan oleh Syaikh Albani rahimahullah)

Maka jadilah seorang mukmin yang pandai berterima kasih. Ketika orang lain memberikan kepada kita kebaikan dengan cara kita banyak mendo’akan dia, kalau bisa kita membalas yang sama, Alhamdulillah..

Anjuran Untuk Mengatur Kepemimpinan

Artinya, seorang pemimpin -siapapun anda- yang dijadikan pemimpin hendaklah dia betul-betul melaksanakan kewajiban dia dengan penuh amanah. Dan anda sebagai seorang rakyat hendaklah anda pun juga menempatkan diri anda sebagai seorang rakyat untuk memenuhi hak-hak pemimpin anda.

Di sini beliau membawakan hadits ‘Abdullah bin Umar, ia berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته

“Setiap kalian adalah pengurus yang setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah terhadap urusannya tersebut.”

فالآمير راع على رعيته ومسئول عنهم

“Seorang pemimpin Amir, dia mengurus rakyat dan ia akan ditanya oleh Allah nanti pada hari kiamat.”

والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم

“Seorang suami adalah pengurus keluarganya, dia kan ditanya oleh Allah pada hari kiamat tentang kepengurusannya tersebut.”

والمرأة راعية على بيت زوجها وهي مسئولة عنه

“Seorang istri juga pengurus rumah suaminya, dia akan ditanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang kepengurusan itu.”

والعبد راع على مال سيده وهو مسئول عنه

“Seorang budak juga pengurus harta majikannya, dia akan ditanya oleh Allah tentang kepengurusan itu.”

Maka inilah, semua manusia punya kewajiban, punya tanggung jawab yang pasti semua akan ditanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kata beliau bahwa dalam hadits tersebut tegas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan bahwa setiap pengurus akan ditanya tentang kepengurusannya.

Simak pada menit ke-10:31

Download Kajian Tentang Anjuran Menjamu Tamu dan Membalas Kebaikan Serta Memimpin Dengan Baik


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47427-anjuran-menjamu-tamu-dan-membalas-kebaikan-serta-memimpin-dengan-baik/